Pages

Labels

Jumat, 07 Desember 2012

Italia, 21 Juli-2 Agustus 2009


Roma, 21-23 Juli 2009

Termini adalah stasiun kereta api terbesar dan tersibuk yang pernah aku lihat di Eropa. Ratusan bahkan mungkin ribuan orang berdesakan di stasiun Termini. Hampir semua petunjuk arah dalam bahasa Itali dan sangat sedikit dalam bahasa Inggris. Karena merasa kebingungan, aku mencoba cari Tourist Information untuk booking kereta api ke Perugia untuk 2 hari kemudian. Setelah melihat satu tanda panah Tourist Information dan bertanya-tanya ke beberapa orang, yang sangat minim kemampuan berbahasa Inggrisnya saat mencoba menjelaskan letak Tourist Information, ternyata seorang laki-laki gemuk besar yang berdiri di tengah-tengah keramaian adalah petugas berseragam Tourist Information. Sampai sekarang aku masih bingung, di mana kantor Tourist Information di Termini? Mungkin orang gemuk besar itu yang disebut sebagai Tourist Information? Dengan aksen itali yang kental dan keras, dengan ketus petugas tadi menunjukkan tempat di mana aku bisa booking tiket untuk ke Perugia.  Culture shock! Sempat bikin panik, bingung, dan hilang arah.  

Selesai dengan urusan tiket, kebingungan lagi aku cari terminal untuk subway. Aku coba cari petugas Tourist Information yang tadi, tapi di tengah ribuan orang, petugas yang berbadan besar itu seperti hilang ditelan bumi. Aku bertanya-tanya lagi ke beberapa orang yang menunjukkan arah ke terminal subway, tapi dengan papan petunjuk yang minim hampir selama 30 menit aku hanya berputar-putar kebingungan tanpa berhasil menemukan terminal subway. Entah dari arah mana, tiba-tiba datang bapak tua yang menegurku dan menanyakan apakah aku perlu bantuan. Aku langsung bertanya kepadanya, “Where is the subway terminal please?” dengan muka memelas dan bingung. Bapak tadi menawarkan diri untuk mengantarku ke terminal Subway bahkan ikut mengantarku sampai stasiun Cipro, tempat temanku Arianna akan menjemput.

Awalnya aku sedikit curiga karena memikirkan apakah niat Bapak ini tulus atau ada maunya? Tidak banyak orang di Eropa yang mau menawarkan bantuan, apalagi ditengah kesibukan aktivitas mereka. Mungkin ia menangkap kekhawatiranku sehingga Bapak tadi menunjukan tanda panah ke arah subway ke stasiun Cipro, bahkan membayar tiket subway untukku walaupun cuma Euro.1. Dengan sedikit lega aku naik ke subway bersamanya dan bertanya kepadanya, “Why do you want to be hassle to help stranger like me?” Dia bilang karena aku kelihatan bingung dan perlu pertolongan, “and you are look like a good person,” katanya.

Bahasa inggrisnya lumayan bagus untuk ukuran orang Italy yang berumur sekitar 70 tahun. Untungnya, dia satu arah perjalanan denganku, hanya satu stasiun sebelum Cipro. Walaupun begitu, dia tetap turun bersamaku di Cipro dan membawaku ke taman kecil dekat stasiun untuk menunggu kedatangan temanku. Setelah yakin aku aman, Bapak tadi kembali ke stasiun sambil melambaikan tangannya kepadaku. Suatu pengalaman yang memberikanku pelajaran berharga mengenai arti saling tolong-menolong dimana saja dan kapan saja. 

Esok harinya aku mulai jalan-jalan dengan subway ke Piazza del Popolo, sambil mencari-cari Tourist Informaton buat ambil city map. Karena nggak ketemu juga, akhirnya aku bertanya pada Polisi yang ada di sekitar Piazza del Popolo, yang dengan ketus bukannya membantu menunjukkan, tapi malah bertanya dari mana asalku dan maksud kedatanganku ke Roma. Dengan jengkel dan tanpa menjawab aku tinggalkan Pak Polisi di Piazza del Popolo sambil bertanya kanan-kiri letak Tourist Information. Akhirnya ada pasangan turis yang berbaik hati mau memberikan salah satu peta yang mereka punya. Selalu datang pertolongan dari seseorang yang tak terduga.

Dari Piazza del Popolo aku jalan terus lewat Via Del Corso dan belok ke arah Piazza Di Spagna, tempat Gereja Trinita dei Monti dan Spanish Steps yang terkenal berada. Lanjut ke Piazza Poli, tempat Fontana di Trevi berada dengan bangunan air mancur bergaya arsitektur Baroque dan merupakan salah satu air mancur terkenal di dunia. Setelahnya aku menyebrangi jalan Via Del Corso untuk pergi ke Piazza Della Rotonda, tepat Pantheon berada, yang merupakan temple dari Gods of Ancient Rome. Lanjut ke Piazza Navona dengan air mancur 4 sungai dengan Dewa Obelisk ditengahnya. Lalu kembali jalan lumayan jauh ke Piazza Venezia dan Piazza Campidoglia, yang bangunannya didesain oleh artis Renaissance dan arstitek Michelangelo.

City tour dilanjut ke Foro Romano, yang merupakan kawasan seperti alun-alun yang dikelilingi reruntuhan bangunan tua pemerintahan di pusat kota Roma. Keudian jalan terus ke Palatino Colosseo, yang merupakan amphitheatre terbesar di pusat kota Roma yang pernah dibangun pada masa Romawi. Tujuan selanjutnya adalah Domus Aurea, sisa reruntuhan bangunan yang berada tidak jauh dari Colosseo. Sebelum kembali ke apartemen Arianna, aku sempat mampir ke gereja Roman Katolik Santa Maria Maggiore.

Roma adalah salah satu kota favoritku dengan sejarah romawinya. Mengelilingi tempat-tempat bersejarah di Kota Roma tidak cukup hanya dua hari. Sayang sekali, saat itu aku hanya punya waktu 2 hari di Roma sehingga tidak bisa melihat semua tempat. Kota Roma sendiri merupakan bagian dari sejarah yang tidak bisa dilewatkan. Transportasi tidak harus dengan jalan kaki, selalu ada subway ke tempat-tempat wisata, hanya dengan Euro.1 per sekali jalan dan bisa dikombinasikan dengan jalan kaki untuk tempat yang berdekatan. Sangat penting untuk punya peta di kota Roma, yang menunjukkan tempat wisata, stasiun subway, dan nama-nama jalan yang tidak mungkin hanya bisa mengandalkan penjelasan lisan penduduk setempat.

Ada ratusan, bahkan mungkin ribuan jalan di Kota Roma, termasuk jalan-jalan kecil yang membingungkan. Turis yang baru pertama kali datang ke Roma hampir tidak memungkinkan untuk jalan-jalan di Roma tanpa peta. Roma juga merupakan salah satu kota di Eropa yang banyak memiliki piaza (alun-alun) yang jaraknya berdekatan satu sama lain. Saat itu adalah bulan Juli, saat ketika panas bisa sampai 35 derajat celcius, ditambah lagi dengan resiko harus berdesakan dengan banyak turis di semua tempat wisata. 

Malam harinya Arianna, Miki (pacar Ariana) dan salah satu teman mereka mengajakkku makan di salah satu restoran Itali yang terkenal di Roma. Restoran Enzo di Trastevere adalah satu restoran terkenal di Roma, yang terletak di salah satu jalan sempit berbatu yang terkenal dengan masakan khas Roma. Restorannya sendiri kecil dan tamu yang makan harus bergantian duduk dan memesan secepatnya supaya tamu yang lain bisa bergantian masuk. Makanan Itali yang disajikan seperti pasta, seafood, salad, ataupun daging yang dimasak sangat special, yang sampai sekarang buatku adalah makanan Itali terenak yang yang pernah aku makan di restoran.

Arianna memilih banyak menu makanan tipikal Roma seperti pasta dengan keju, artichoke dengan olive oil, dan makanan lain yang tidak mampu aku jelaskan satu-satu karena jenis dan rasanya yang luar biasa. Pelayannya sendiri bersama pemilik tak berhenti-henti jalan keliling restoran menyajikan makanan cara Itali yang bisa membuat piring dan gelas hampir berterbangan ke meja-meja pengunjung. Arianna dan yang lain selalu saling tunjuk siapa yang mau bikin order karena takut bikin kecewa pelayan yang bermuka keras dan bicara Itali non stop seperti kereta api setiap kita bikin order baru karena berarti lebih lama lagi orang antri nunggu di luar Restoran. Untungnya bukan aku yang ditunjuk Arianna, bisa gemetaran dan shock duluan sebelum makanan sempat aku order.

Tentu saja mereka cuma bercanda, pemilik dan pelayan restoran memberlakukan semua tamunya seperti keluarga dengan berbicara dan bercanda keras dan hangat tipikal Itali. Suatu pengalaman menarik makan di Enzo Restoran, makanan sangat lezat, suasana restoran yang kekeluargaan dan hangat penuh dengan canda dari pemilik dan pengunjung. Kalau ada kesempatan datang ke Roma, jangan lupa untuk coba mampir ke Enzo Restoran di Trastevere.

Setelah makan, kami jalan-jalan di sekitar Piazza Trastevere dan melihat artis lokal yang cukup terkenal di daerah itu, pesulap Magaguada, yang selalu mengadakan show di Piazza Trastevere setiap malam. Magaguada juga terkenal karena beberapa penggemarnya meng-upload aksi sulapnya ke Youtube. Malam hari, banyak orang-orang, terutama anak muda, yang keluar untuk menikmati suasana hangat pada malam hari, untuk menghindari panasnya matahari pada siang hari yang bisa sampai 40 derajat celcius. Banyak toko-toko yang menjual barang-barang unik seperti sepatu ataupun pakaian dengan model yang unik dan berbeda. Tidak mengherankan karena Itali terkenal sebagai salah satu pusat mode di Eropa. Dalam perjalanan pulang kami melewati daerah perbukitan yang bisa melihat pemandangan Vatican di malam hari dengan cahaya gemerlapnya.

Pagi harinya, cukup dengan berjalan kaki dari Cipro aku menuju ke Vatican City, yang termasuk di dalamnya adalah Saint Peter's Basilica, Apostolic Palace, Sistine Chapel, beberapa museum dan bangunan lainnya. Apostolic Palace, yang merupakan rumah tinggal Pope, dan Saint Peter Basilica terletak di alun-alun Saint Peter yang dari jam 8 pagi sudah dipenuhi pengunjung. Saint Peter Basilica mempunyai interior terbesar di antara semua Gereja Katolik di dunia. Sayang sekali, aku tidak bisa berkeliling di dalamnya karena antrian yang panjang. Ketika beranjak ke Sistine Chapel, ternyata sudah penuh antrian juga. Karena waktu yang semakin siang dan sudah terlanjur janji untuk makan siang dengan Arianna, aku jadi tidak bisa ikut ngantri dan masuk ke Sistine Chapel untuk melihat lukisan terkenal dari Michelangelo. Segera  aku jalan kaki ke Castel Sant’Angelo, yang sekarang menjadi museum dengan patung Angel di puncaknya. Jalan masuk ke Kastil dipenuhi beberapa patung Angel di kanan dan kirinya.

Setelahnya, aku kembali ke apartemen untuk makang siang bersama Arianna. Arianna mengajakku ke restoran seafood milik keluarganya yang nggak jauh dari stasiun subway Cipro. Pemilik restoran, Ayah Arianna, menyambutku dengan hangat dan menaruh masakan seafood ala Itali seperti udang, kerang, cumi-cumi, dan ikan secara melimpah-ruah di mejaku, yang sayangnya tidak bisa kumakan semua. Masakan seafood ala Italia dengan bahan bumbu sederhana sangat nikamat di makan saat siang hari yang panas. Selesai makan siang aku segera kembali ke apartemen karena harus packing untuk ke Perugia sore harinya. Dari pengalaman dua hari sebelumnya di Termini, saat mau ke Perugia aku datang ke stasiun Termini sekitar 1 jam sebelum kereta berangkat supaya tidak kebingungan lagi dan punya cukup waktu sebelum kereta berangkat karena kereta di Itali berangkat lumayan tepat waktu sampai ke detiknya. Sedih juga harus meninggalkan Roma dan Arianna yang sangat baik dan terus menawarkan untuk tinggal lebih lama, dan juga beberapa tempat di Roma yang tidak sempat aku kunjungi. (bersambung)
 

~Arunia

0 komentar:

Posting Komentar